Tuesday, May 13, 2014

MAKALAH
HIV PADA PEREMPUAN

poltekes-asli.jpg
                                                         Disusun Oleh:
                                                 Nama: HASAN BASRI
                                                 NIM: PO.71.21.8.11.24




KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATANA KEMENKES JAYAPURA
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN TIMIKA
TAHUN 2013-2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kelompok panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan penyertaan-Nya saya dapat menyelesaikan Makalah HIV/AIDS pada Perempuan. Makalah ini merupakan salah satu syarat dalam tugas mata kuliah HIV/AIDS. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan makalah ini.
Harapan Saya semoga Makalah ini bermanfaat bagi   pembaca dan bagi teman-teman untuk  peningkatan pengetahuan yang lebih baik di masa  mendatang.




Timika,13 februari 2014


Penulis





                                                                        BAB I
PENDAHULUAN

A.            Latar Belakang
Penyakit AIDS dewasa ini telah terjangkit dihampir setiap negara didunia (pandemi), termasuk diantaranya Indonesia. Hingga November 1996 diperkirakan telah terdapat sebanyak 8.400.000 kasus didunia yang terdiri dari 6,7 juta orang dewasa dan 1,7 juta anak-anak. Di Indonesia berdasarkan data-data yang bersumber dari Direktorat Jenderal P2M dan PLP Departemen Kesehatan RI sampai dengan 1 Mei 1998 jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 685 orang yang dilaporkan oleh 23 propinsi di Indonesia. Data jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia pada dasarnya bukanlah merupakan gambaran jumlah penderita yang sebenarnya. Pada penyakit ini berlaku teori “Gunung Es“ dimana penderita yang kelihatan hanya sebagian kecil dari yang semestinya. Untuk itu WHO mengestimasikan bahwa dibalik 1 penderita yang terinfeksi telah terdapat kurang lebih 100-200 penderita HIV yang belum diketahui.
Sampai saat ini obat dan vaksin yang diharapkan dapat membantu memecahkan masalah penanggulangan HIV/AIDS belum ditemukan. Salah satu alternatif dalam upaya menanggulangi problematik jumlah penderita yang terus meningkat adalah upaya pencegahan yang dilakukan semua pihak yang mengharuskan kita untuk tidak terlibat dalam lingkungan transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV.
 HIV di Indonesia telah berlangsung 20 tahun. Sejak tahun 2000 epidemi tersebut sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi (dengan prevalens > 5%), yaitu pengguna Napza suntik (penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan waria. Situasi demikian menunjukkan bahwa pada umumnya Indonesia berada pada tahap concentrated epidemic. Situasi penularan ini disebabkan kombinasi transmisi HIV melalui penggunaan jarum suntik tidak steril dan transmisi seksual di antara populasi berisiko tinggi. Di Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat), keadaan yang meningkat ini ternyata telah menular lebih jauh, yaitu telah terjadi penyebaran HIV melalui hubungan seksual berisiko pada masyarakat umum (dengan prevalens > 1%). Situasi di Tanah Papua menunjukkan tahapan telah mencapai generalized epidemic.
Epidemi HIV yang terkonsentrasi ini tergambar dari laporan Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2006. Sejak tahun 2000 prevalens HIV mulai konstan di atas 5% pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi tertentu. Dari beberapa tempat sentinel, pada tahun 2006 prevalens HIV berkisar 21% – 52% pada penasun, 1%-22% pada WPS, dan 3%-17% pada waria.
Situasi epidemi HIV juga tercermin dari hasil Estimasi Populasi Dewasa Rawan Tertular HIV pada tahun 2006. Diperkirakan ada 4 juta sampai dengan 8 juta orang paling berisiko terinfeksi HIV dengan jumlah terbesar pada sub-populasi pelanggan penjaja seks (PPS), yang jumlahnya lebih dari 3,1 juta orang dan pasangannya sebanyak 1,8 juta. Sekalipun jumlah sub-populasinya paling besar namun kontribusi pelanggan belum sebanyak penasun dalam infeksi HIV. Gambaran tersebut dapat dilihat dari hasil estimasi orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di Indonesia tahun 2006, yang jumlahnya berkisar 169.000-217.000, dimana 46% diantaranya adalah penasun sedangkan PPS (Peria Penjajah Seks)14%.
Prevalensi HIV-AIDS menurun dikalangan wanita hamil pendapat ini berdasarkan hasil survey di daerah perkotaan Kenya terutama di Busnia, Meru, Nakura, Thika, dimana rata-rata prevalensi HIV menurun tajam dari kira-kira 28% pada tahun 1999 menjadi 9% pada tahun 2003. Di wilayah India prevalensi secara nasional dikalangan wanita hamil masih rendah di daerah miskin padat penduduk yaitu Negara bagian utara Uttar Pradesh dan Bihar. Tetapi peningkatan angka penularan relatif kecil dapat berarti sejumlah besar orang terinfeksi karena wilayah tersebut dihuni oleh seperempat dari seluruh populasi India. Prevalensi HIV lebih dari 1% ditemukan dikalangan wanita hamil, di wilayah industri di bagian barat dan selatan India.
B.       Rumusan Masalah
1.    Siapakah subpopulasi Kelompok Resiko pada Wanita?
2.    Siapakah Sasarannya?
3.      Apakah permasalah yang dihadapi perempuan?
4.      Apakah Dampak Terhadap Perempuan ?
5.    Mengapa Perempuan Perlu Perhatian Khusus?
C.       Tujuan
1.      Umum
Agar dapat mengetahui HIV pada perempuan
2.      Khusus
a.       Agar mahasiswa/I dapat mengetahui subpopulasi kelompok beresiko pada wanita
b.      Agar mahasiswa/I dapat mengetahui sasaran dar HIV pada perempuan
c.       Agar mahasiswa/I dapat mengetahui permasalahan yang dhadapi oleh perempuan
d.      Agar mahasiswa/I dampak terhadap perempuan
e.       Agar mahasiswa/I mengetahui perlu perhatian khusus pada wanita

D.                 Metode Penulisan
1.      Studi kepustakaan
Menggunakan dan mempelajari literatur yang menunjang sebagai teoritis .
2.      Internet
Mengumpulkan data-data dari internet yang berhubungan dengan HIV pada perempuan


3.                   Sistematika Penulisan
Penulisan karya tulis ini terdiri dari beberapa BAB, sub BAB dengan sistimatika penulisan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Didalam BAB ini diuraikan tentang latar belakang, tujuan    penulisan, metode penulisan dan sistimatika penulisan
BAB II:Pembahasan
Subpopulasi Kelompok Resiko pada Wanita, Sasarannya, Permasalah yang dihadapi perempuan, Dampak Terhadap Perempuan, Perempuan Perlu Perhatian Khusus?
BAB III:Penutup terdiri dari : Kesimpulan dan Saran













                                                                BAB II
                                                        PEMBAHASAN
HIV PADA PEREMPUAN
A.    Subpopulasi Kelompok Resiko pada Wanita
1.      Pekerja seksual
Hasil Survei vandepitte(2006,dalam WHO/UNAIDS, 2009) mengambarkan prosentase populasi pekerja seks sekitar 0,2% smpai 2,6% didominasi oleh Wanita. Meskipun total populasi pekerja seks wanita relative kecil disuatu wilayah, tetapi jumlah klien laki-laki sangat besar. Di beberapa Negara Asia pekerja sangat berisiko terhadap infeksi. DI Myanmar, Sebagai contaoh terdapat 18% pekerja seksual wanita terinfeksi HIV, sedangkan diindia hasil survey didapatkan 14,5% pekerja seksual wanita terinfeksi HIV(WHO/UNAIDS).
Pekerja seksual termasuk dalam kelompok subpopulasi beresiko karena faktor perilaku(Behavior risk) seperti: Gonta ganti pasangan, tidak mengunakan kondom saat berhubungan dan mode hubungan seksual. Kecenderungan seksual berhubungan dengan banyak pasangan sehingga tidak terdeteksi adanya pasangan yang terinfeksi HIV sehingga dapat menular kepada pekerja seks(Depkes RI 2003). Pengunaan kondom yang tidak konsisten para pekerja seks menyebabkan meningkatnya jumlah infeksi HIV, Konsekuensinya terjadinya penyebaran infeksi pada klien laki-laki.
2.      HIV dari ibu ke anak
Kelompok Usia anak-anak dibawah 15 tahun yang terinfeksi HIV/AIDS juga sangat tinggi. WHO/UNAIDS (2009), Melaporkan terjadi peningkata yang signifikan yaitu berjumlah 2.1 juta anaka yang terinfeksi dengan perkiraan1.2-2.9 juta. Resiko infeksi pada kelompok usia anak disebabkan karena infeksi vertical yang berasal dari ibu saat  mengandung. Infeksi ini terjadi melalui transplasenta saat janin dalam kandungan dan melalui air susu ibu saat proses menyusui.
Penularan kepada anak dari ibu yang terinfeksi HIV?AIDS disebabkan oleh faktor biologi (inherited biological risk), dimana infeksi pada anak ditularkan secara langsung dari darah ibu ke janin yang dikandungnya. Darah ibu telah terinfeksi oleh virus HIV dan secara langsung dapat ditularkan kepada anaknya, selain itu juga bisa terjadi melalui air susu ibu saat proses menyusui(UNICEF, 2009). Dampak terhadap bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan infeksi HIV?AIDS selain tertular Virus HIV, mereka juga berisiko melahirkan anak premature dan kemungkinan memiliki angka harapan hidup yang pendek. Hasil penelitian Fang et al (2009), Mengambarkan resiko tinggi kematian pada bayi yang dilahirkan pada ibu dengan CD4 kurang dari 200 cells/micro (RR=2.05, 95%CI: 1.01-4.15), resioko tinggi kematian pada bayi dengan ibu yang tidak terapi ARVS, Resiko terjadinya kelahiran premature 2.87 kali dibandingkan kelahiran matur, dan bayi yang terinfeksi HIV?AIDS memiliki resiko kematian 9.87 kali dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi.
B.     Sasaran
Kelompok sasaran pemberdayaan perempuan dalam pencegahan bahaya HIV dan AIDS terbagi atas :
1. Kelompok Sasaran Langsung, terdiri dari 7 (tujuh) kelompok usia dalam siklus kehidupan, yaitu:
a. Remaja
           Informasi mengenai Kesehatan Reproduksi sangat dibutuhkan dalam upaya menurunkan jumlah hubungan seks di luar nikah di kalangan remaja. Kehamilan remaja dan prospek meningkatnya jumlah kepala keluarga perempuan tanpa suami merupakan kondisi sosial yang tidak diinginkan di masyarakat. Perkawinan pada usia terlalu muda dikhawatirkan berdampak meningkatnya frekuensi perceraian sehingga resiko penularan IMS lebih tinggi, termasuk HIV dan AIDS.
Di daerah perkotaan dan perdesaan, remaja putus sekolah (khususnya remaja putri) sering dijadikan objek pemenuhan kebutuhan seks laki-laki dewasa yang dapat membiayai kebutuhan hidup keluarga pihak perempuan.
b. Pasangan dan Perempuan Usia Subur
Penularan IMS dapat terjadi walau istri hanya berhubungan seks dengan suami, sehingga dalam upaya melindungi diri dari ancaman IMS serta HIV dan AIDS maka pasangan dan perempuan usia subur perlu memiliki informasi, pengetahuan/pemahaman mengenai Kesehatan Reproduksi, IMS, serta HIV dan AIDS.
Perbaikan akses dan sumber informasi harus selalu dikaitkan dengan upaya meningkatkan pengetahuan, kepedulian dan perlindungan suami serta anggota keluarga lainnya, termasuk dalam hal ini adalah kemampuan perempuan untuk memutuskan mengenai kebutuhan hubungan seksualnya.
c. Perempuan Hamil
Penularan HIV dari ibu HIV positif ke bayi yang dikandungnya merupakan akhir dari rantai penularan yang kemungkinan berawal dari seorang laki-laki HIV positif yang menularkan kepada pasangannya (istrinya) melalui hubungan seksual tidak aman, dan selanjutnya perempuan itu menularkan HIV kepada bayi yang dikandungnya. Sepanjang usia reproduksi aktifnya, perempuan tersebut secara potensial memiliki resiko untuk menularkan HIV kepada bayi berikutnya jika ia kembali hamil.
Dukungan yang kuat dari keluarga dan masyarakat di mana mereka tinggal sangat dibutuhkan, di samping konseling dari petugas kesehatan, tokoh agama, dan tokoh masyarakat.

d. Ibu Bersalin
Banyak kalangan termasuk juga tenaga kesehatan, berasumsi bahwa semua bayi yang dilahirkan oleh ibu HIV positif pastilah akan terinfeksi HIV karena darah bayi menyatu dengan darah ibu di dalam kandungan. Ternyata sirkulasi darah janin dan ibu dipisahkan di plasenta oleh beberapa lapisan sel. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus plasenta, tetapi HIV biasanya tidak dapat menembusnya. Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV. Namun jika plasenta meradang, terinfeksi, ataupun rusak maka bisa jadi virus akan lebih mudah menembus plasenta, sehingga terjadi risiko penularan HIV ke bayi.
Penularan HIV umumnya terjadi pada saat persalinan ketika kemungkinan terjadi percampuran darah ibu dan lendir ibu dengan bayi. Tetapi sebagian besar bayi dari ibu HIV postif tidak tertular HIV. Maka mutlak diperlukan pelayanan persalinan dan nifas yang sesuai dengan Standard Pelayanan Minimal (SPM). Resiko terbesar penularan HIV dari Ibu ke bayi terjadi saat persalinan, oleh karena itu disarankan persalinan pada ibu dengan HIV positif adalah dengan Bedah Cesar, sehingga resiko penularan HIV dapat ditekan seminimal mungkin.
e. Ibu Menyusui
           Seorang bayi dari ibu HIV positif bisa jadi tetap HIV negatif selama masa kehamilan dan proses persalinan, tetapi mungkin akan terinfeksi HIV melalui pemberian ASI. HIV terdapat dalam ASI, meskipun konsentrasinya jauh lebih kecil dibandingkan dengan HIV di dalam darah. Antara 10-20% bayi yang dilahirkan oleh ibu HIV positif akan terinfeksi HIV melalui pemberian ASI (hingga 18 bulan atau lebih).
Panduan WHO menyebutkan bahwa bayi dari ibu HIV positif direkomendasikan untuk tidak diberikan ASI, jira susu formula memenuhi persyaratan AFASS, yaitu :
Aceptable (mudah diterima) berarti tidak ada hambatan sosial budaya bagi ibu untuk memberikan susu formula untuk bayi
Feasible (mudah dilakukan) berarti ibu dan keluarga punya waktu, pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk menyiapkan dan memberikan susu formula kepada bayi
Affordable (terjangkau) berarti ibu dan keluarga mampu membeli susu formula
Sustainable (berkelanjutan) berarti susu formula harus diberikan setiap hari dan malam selama usia bayi dan diberikan dalam bentuk segar, serta suplai dan disribusi susu formula tersebut dijamin keberadaannya
Safe (aman penggunaannya) berarti susu formula harus disimpan secara benar, higienis dengan kadar nutrisi yang cukup, disuapkan dengan tangan dan peralatan yang bersih, serta tidak berdampak peningkatan penggunaan susu formula untuk masyarakat luas pada umunya.
Jika satu dari prasyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka dianjurkan memberikan ASI Eksklusif selama maksimal tiga bulan dan kemudian segera harus dihentikan jika susu formula telah memenuhi persyaratan AFASS.
Penularan HIV melalui pemberian ASI, yaitu:
Umur Bayi
resiko penularan melalui asi akan lebih besar pada bayi yang baru lahir. antara 50-70% dari semua penularan HIV melalui ASI terjadi pada usia enam bulan pertama bayi. setelah tahun kedua umur bayi, resiko penularan menjadi lebih rendah.

Luka Di Mulut Bayi
bayi yang memiliki luka di mulutnya memiliki resiko untuk tertular HIV lebih besar ketika diberikan ASI.

f. Anak Bawah Lima Tahun (Balita)
Hanya sejumlah kecil bayi yang lahir dengan HIV positif bisa bertahan hidup sampai usia 6 tahun. Bayi dengan HIV positif sekitar 40% akan meninggal sebelum usia 12 bulan, dan lebih dari 50% akan meninggal sebelum usia dua tahun. Pada usia sekitar tiga atau empat bulan, biasanya timbul gejala infeksi pada kulit, meningitis, diikuti dengan pembengkakan kelenjar getah bening, pembengkakan hati dan limpa, gangguan pertumbuhan dan sariawan di mulut (AIDS Action, 1995), padahal umumnya anak-anak normal pada tahap ini mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang cepat. Anak-anak dengan HIV positif biasanya mengalami kelambatan dalam berjalan dan berbicara.
G. Anak Usia Sekolah
Penularan infeksi HIV dan AIDS pada anak-anak usia sekolah lebih sering terjadi akibat kekerasan seksual. Dan bila ada anggota keluarga yang menderita AIDS, kehidupan anak usia sekolah akan diliputi kekhawatiran akan stigmatisasi dan kematian di rumah, sehingga hal ini dapat menggagalkan pendidikan dasar, keterampilan dan atau dukungan keluarga. Anak-anak ini cenderung menjadi kelompok rawan gangguan psikososial.  
2.      Kelompok Sasaran Tidak Langsung
Kelompok Sasaran Tidak Langsung Terdiri Atas :
a. Organisasi Perempuan
Semua organisasi perempuan, khususnya yang mempunyai jaringan kegiatan sampai di tingkat lini lapangan serta mempunyai potensi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan KIE pencegahan HIV dan AIDS.
b. Eksekutif (Pimpinan Daerah, Sektoral, dan Tokoh Kunci).
c. Legislatif (DPR, DPRD).
d. Aparat Penegak Hukum
e. Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat (Para Alim Ulama, Dai, Pendeta, dan sebagainya).
f. Organisasi Profesi (IDI, POGI, IBI, IAKMI, IDAI).
g. LSM (khususnya yang bergerak dan peduli dalam kegiatan penanggulangan bahaya HIV dan AIDS).
h. Institusi Keagamaan Organisasi-organisasi keagamaan; baik dari agama Islam, Katholik, Kristen, Budha, Hindu, dan lain-lain.
i. Media-Massa (media elektronik seperti internet, TV dan radio, serta media cetak seperti surat kabar, majalah, dan tabloid).
j. Swasta
Perusahaan dan pengusaha yang peduli dengan bahaya dan penanggulangan HIV dan AIDS
C.    Permasalah yang dihadapi perempuan
1.      Faktor Biologis
   Secara biologis perempuan lebih rentan dibanding laki-laki. Hal ini terjadi karena hubungan seks biasanya membuat vagina perempuan menjadi lecet, dan HIV masuk melalu luka tersebut. Konsentrasi HIV di dalam cairan mani jauh lebih tinggi dibanding konsentrasi HIV di cairan vagina, sehingga menyebabkan penularan HIV dan PMS lebih efektif dari laki-laki kepada perempuan dibanding sebaliknya. Perempuan juga menghadapi resiko lebih besar berkaitan dengan kekerasan, seperti pemerkosaan, hubungan incest, dan pemaksaan hubungan seks bukan melalui vagina, seperti lewat dubur, dimana lebih mudah terjadi perdarahan.
2.      Faktor Ekonomi,
     Ketergantungan ekonomi perempuan menyebabkan perempuan sulit untuk mengontrol agar dirinya tidak terinfeksi, karena dirinya tidak bisa menolak berhubungan atau meminta suaminya mengenakan alat pelindung  Pemberdayaan Perempuan Dalam Pencegahan Penyebaran HIV - AIDS (kondom). Kemiskinan seringkali menyeret perempuan untuk melakukan pekerjaan yang beresiko, contohnya penjaja seks. Ketika sumber daya ekonomi terputus dari laki-laki yang dalam banyak kultur, diteguhkan sebagai kepala keluarga, membuat semakin banyak perempuan yang terpaksa melakukan transaksi seks untuk mempertahankan hidup keluarganya. Perempuan tanpa akses ekonomi yang cukup akan semakin terpuruk.
3.      Faktor Sosial Budaya,
            Faktor sosial budaya yang mempengaruhi relasi timbal balik antara laki-laki dan perempuan membuat perempuan lebih sering disalahkan sebagai penyebab infeksi. Padahal, banyak perempuan yang tertular HIV dan AIDS dari pasangan yang berperilaku seks bebas. Faktor budaya yang menyebabkan perempuan patuh pada “fungsi sosial” yang salah hasil dari sosial budaya yang tidak berpihak pada perempuan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan seks tabu untuk dibicarakan. Selain memarjinalkan perempuan, apalagi yang tidak bersuami, norma budaya mengajarkan perempuan menjadi sasaran kesalahan ketika terjadi hubungan seks sebelum nikah dan kehamilan. Stigmatisasi lebih berat yang memungkinkan mereka mengalami kekerasan.
D.    Dampak Terhadap Perempuan
Semua penyakit berdampak terhadap perempuan, tetapi karena berkaitan erat dengan perilaku dan isu gender yang kental, maka HIV dan AIDS merupakan Penyakit Kegawatan (emerging disease) yang paling berdampak terhadap perempuan.
Perempuan dan remaja putri menanggung beban yang paling berat akibat epidemi HIV dan AIDS. Diseluruh dunia perempuanlah yang diharapkan melakukan pekerjaan rumah, merawat anggota keluarga yang sakit, sambil mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, pada saat suaminya jatuh sakit dan meninggal karena AIDS. HIV dan AIDS telah secara signifikan meningkatkan beban yang harus ditanggung oleh perempuan. HIV dan AIDS juga mengakibatkan peningkatan beban keluarga, kemiskinan serta penderitaan bagi perempuan itu, karena kehilangan pekerjaan, mahalnya biaya pengobatan.
Pada perempuan usia reproduktif dan remaja putri akan berdampak pada penularan pada bayi yang dikandungnya.
Remaja putri yang pertama kali dikeluarkan dari sekolah, jika ada anggota keluarga yang sakit dan membutuhkan perawatan. HIV dan AIDS menjadi suatu ancaman bagi pendidikan dasar dan berdampak pada remaja perempuan usia sekolah dasar.

E.      Mengapa Perempuan Perlu Perhatian Khusus
1.         Perempuan mempunyai peluang lebih besar terinfeksi HIV lewat hubungan seksual dibandingkan dengan laki-laki. Secara medis rentannya perempuan kemungkinan karena lapisan bagian dalam alat kelamin perempuan, lebih mudah lecet waktu mengadakan hubungan seksual dibandingkan lapisan dalam kelamin laki-laki. Melalui bagian yang lecet inilah virus HIV menembus dan masuk ke peredaran darah. Infeksi HIV pada perempuan paling banyak terdapat pada kelompok perempuan berusia produktif.
2.    Dengan adanya transisi masyarakat agraris ke masyarakat industri serta adanya globalisasi di berbagai bidang, meluas dan bertambah banyaknya kota-kota, majunya teknologi komunikasi, longgarnya struktur sosial dan struktur keluarga, berdampak terhadap perilaku individu dan masyarakat yang tentu akan berdampak terhadap risiko terkena HIV dan AIDS.
3.     Perempuan dengan fungsinya melahirkan anak, sebagai pendidik dan pengasuh anak yang nantinya akan berkembang menjadi generasi bangsa dan SDM pembangunan.
4.    Perempuan merupakan potensi pembangunan yang besar jika dikembangkan potensinya dengan baik agar menjadi pelaku pembangunan. Dengan jumlah perempuan usia produktif yang lebih dari 50% jumlah seluruh penduduk merupakan SDM yang potensial sebagai pelaku pembangunan yang harus terpelihara kesehatannya.
















                                                               BAB III
                                                            PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kelompok sasaran pemberdayaan perempuan dalam pencegahan bahaya HIV dan AIDS terbagi atas :
1.       Kelompok Sasaran Langsung, terdiri dari 7 (tujuh) kelompok usia dalam siklus kehidupan, yaitu:
a.    Remaja
b.   Pasangan dan Perempuan Usia Subur
c.    Perempuan hamil
d.   Ibu bersalin
e.    Ibu menyusui
f.    Anak Bawah Lima Tahun (Balita)
g.   Anak Usia Sekolah
2.      Kelompok sasaran tidak langsung
a. Organisasi Perempuan
b. Eksekutif (Pimpinan Daerah, Sektoral, dan Tokoh Kunci).
c. Legislatif (DPR, DPRD).
d. Aparat Penegak Hukum
e. Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat (Para Alim Ulama, Dai, Pendeta, dan sebagainya).
f. Organisasi Profesi (IDI, POGI, IBI, IAKMI, IDAI).
g. LSM (khususnya yang bergerak dan peduli dalam kegiatan penanggulangan bahaya HIV dan AIDS).
h. Institusi Keagamaan Organisasi-organisasi keagamaan; baik dari agama Islam, Katholik, Kristen, Budha, Hindu, dan lain-lain.
i. Media-Massa (media elektronik seperti internet, TV dan radio, serta media cetak seperti surat kabar, majalah, dan tabloid).
j. Swasta

B.  Saran
1.      Bagi Institusi Pendidikan.
    Di harapkan dapat menambah sumber buku perpustakaan di program studi D- III Keperawatan timika karena sumber referensi tersebut sangat membantu mahasiswa dalam penyususnan suatu makalah.
2.      Bagi Mahasiswa.
Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat di teori, meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan.













                                                      DAFTAR PUSTAKA

Brigham et al. (2002). Psichology and AIDS education: Reducing high risk sexual behavior. Behavior dan social journal. Washington state university
Setyoyadi, S.Kep,Ns M.kep;Endang Triyanto S.kep, Ns.Strategi pelayanan keperawatan bagi penderita HIV/AIDS, Edisi pertama-Yogyakarta; Graha ilmu,
http://www. Unaids.org/en/knowledgecentre/HIvdata.  Diperoleh tanggal 10 februari 2014